Hal yang
biasa dilakukan anak kampung seusiaku setelah pulang sekolah waktu itu adalah
“golek pencit ndek prunas”. Dulu yang sering mengajakku untuk aktivitas
menantang seperti ini adalah saudara ponakan seangkatan yang bernama kabol dan teman-teman
lainya yang bernama panggilan pa’i dan wawan. Terkadang kita menjuluki geng
empat serangkai, karena sering berpetualang bersama tanpa kenal lelah, waktu
dan medan tetap empat orang saja. Biasanya setelah pulang sekolah kami
berkumpul di depan mushola kampung, setelah semua berkumpul baru kita berangkat
mencari mangga di prunas, yang dimaksut mencari mangga disini adalah mengambil
jika rumahnya kosong dan meminta jika rumahnya ada orangnya buah mangga atau
buah-buah lainya yang sudah masak dipohon. Saat berangkat biasanya kami tidak
memakai sandal, hal ini merupakan strategi agar ketika dikejar orang/anjing
pemilik rumah bisa lari sekencangnya dan sekuat tenaga.
Hal
pertama yang dilakukan saat melihat ada mangga atau buah lain yang menggoda
selera adalah melihat isi rumahnya, apa ada anjing penjaga atau tidak, hal ini
dilakukan karena sebagian besar dari kami paling takut kalau dikejar anjing,
selain air liurnya yang najis juga gigitanya yang bisa menimbulkan penyakit
rabies. Setelah dikira aman tidak ada anjing, hal selanjutnya yang dilakukan
adalah melihat keberadaan pemilik rumah, jika ada orang maka minta ijin untuk
meminta buahnya dan jika di ijinkan maka salah satu dari kami langsung memanjat
dan yang lain menunggu dibawah sambil menangkap buah yang dijatuhkan dari atas
pohon. Lain halnya jika pemilik rumahnya tidak mengijinkan, maka kami semua
mengumpat dengan nada kecewa dan biasanya mem-black list rumah tersebut, jika sewaktu-waktu mencari buah lagi
maka tanpa pikir panjang langsung dihabisin tanpa minta ijin dari pemilik yang
pelit tersebut. Lain halnya jika sudah lama memanggil-manggil orangnya tapi
tidak ada jawaban, salah satu dari kami biasanya menyeletuk dengan kata-kata
“mbah sepi nyuwun pencite nggeh” dan dijawab sendiri “nggeh lee, entek-entekno”
Tetapi
ada juga kadang ketika dipanggil tidak menjawab, giliran sudah dipanjat
pohonya, yang punya keluar sambil bawa pentungan dan teriak-teriak “ayo
teruskan manjat !!!” sambil marah-marah, akhirnya mau tidak mau semua kabur dan
lari sekuat tenaga, ada juga cerita saat kabur dari amarah pemilik rumah, salah
satu dari kita yang bertugas memanjat pohon bajunya robek karena tersangkut
pagar saat akan turun, dengan kesal berkata “awas, lek sepi tak entekno
pencitmu...”
Mlg,
041215