Sunday, February 7, 2016

Adus Brantas

(Mandi di Sungai Berantas)
Setelah kenyang dengan buah-buahan yang segar, hal biasa yang kami lakukan setelah mencari buah adalah mandi di sungai brantas, jaraknya sekitar 1km dari prunas. Pada waktu kami kecil dulu pemandangan sungai brantas sangat indah, dengan pemandanganya yang alami, sawah membentang luas, dan banyak pohon yang tumbuh diseputaran das sungai brantas. Biasanya sebelum sampai ke sungai, kami melewati sawah yang membentang luas, pemilik sawah tersebut sering disebut oleh teman-teman sebaya dengan sebutan Markasan. 


Pernah suatu hari kita melewati sawahnya tidak sengaja ada dua ekor kerbau yang sedang dilepas dipadang rumput, diantara kami ada yang punya ide untuk menaiki kerbau tersebut seperti yang ada difilm-film kabayan, saat asik menaiki kerbau tersebut tiba-tiba si Markasan datang sambil mengacungkan clurit/sabit, saking kaget dan terkejutnya teman aku langsung lari sedangkan temenku yang sedang menaiki kerbau juga kaget, sehingga mengagetkan kerbaunya juga, dan mereka berdua yang naik diatas punggung kerbau tersebut dilemparkan ketanah, sontak saja temanku kesakitan. Belum sampai menahan sakitnya badan, teman-temanku juga harus lari karena dari kejahuan si Markasan akan mendekat sambil teriak-teriak gak jelas, sambil kesakitan kami lari tunggang-langgang seperti pencuri yang dikejar-kejar orang sepasar. Kami pun lari sekuat tenaga tanpa menghiraukan arah belakang dan berlari terus sampai-sampai tidak tahu jika didepan tidak ada jalan lagi, yang ada hanya sawah yang curam turun kebawah, tingginya sekitar 5meter. Karena kondisi yang serba panik tersebut kita ber empat langsung meloncati sawah yang curam tersebut, dan sampai dibawah jantung terasa mau copot, tulang-tulang seperti mau lepas tapi meskipun begitu kita tetap saling memandangi satu sama lain dan ketawa-ketawa seperti orang yang tidak punya dosa, sambil keheranan dan berkata “kok iso mencolot sak munu dhuwure rek, hahahaa...”
Setelah itu kami menuju ke sungai brantas sambil kesakitan memegangi pinggang, sesampai di sungai Brantas kami pun buru-buru melepas pakaian dan langsung menceburkan diri di air yang segar. Saat itu sungai brantas yang kami kunjungi adalah sungai brantas dibawah jembatan yang menghubungkan desa Dinoyo dan desa Bioro, disungai brantas ini terdapat batu seukuran duaorang dewasa ditengah-tengahnya, sehingga batu tersebut kita gunakan bersantai dan saling memijat punggung setelah kesakitan terjun bebas dan dibanting kerbau dari Markasan tadi.

Walaupun sering dari kakek-kakek kami yang asli orang sini mewanti-wanti agar tidak mandi disungai ini karena menurut mereka sungai ini banyak penunggunya, tapi kami yang waktu itu masih polos enjoy saja mandi dikali ini sambil sesekali memeragakan renang gaya bebas, punggung, dada sampai gaya batu, dan juga sering dari kami adu salto atau koprol diair. Jika bosan mandi di air biasanya kita pergi ke pinggir sungai dan mencari pasir untuk dibuat dempo atau semacam bulatan seperti bakso tapi terbuat dari pasir dan dipoles dengan air sampai permukaanya terlihat rata setelah itu diadu, dan siapa yang pecah atau rusak duluan maka mereka yang kalah. Sungai atau kali brantas ditempatku ini ada banyak tempat sesuai dengan fungsi dan kegunaan penduduk sekitar yang menamai, ada brantas kiyai, brantas sumber, brantas watu gede dan yang sering dibuat mandi anak-anak kecil seperti kita waktu itu adalah brantas jembatan, karena letaknya persis dibawah jembatan. Lima meter diatas kami mandi terdapat gua peninggalan kakek-buyut antara orang sekitar Dinoyo dan Bioro, kata kakek ku yang pernah bercerita kepadaku, bahwa dulu goa ini digunakan masyarakat sekitar termasuk kakek ku yang akan menyerang belanda yang berbasis dikota Malang, jadi ketika ada sweeping didarat dan udara dari Belanda semua bersembunyi didalam sini termasuk bahan makanan dan persenjataan. Namanya juga anak kecil, kami juga penasaran dengan isi dalam goa ini, sebab mitos yang beredar di masyarakat goa ini tembus sampai Candi Badut di daerah Gasek, dan setiap kami selesai mandi di kali brantas selalu menyempatkan diri untuk ke goa ini, kadang dari kami juga sampai masuk hingga kedalam yang panjangnya sekitar 20 meteran, saat itu aku juga pernah masuk hingga perbatasan lubang yang kira-kira sekitar perut tapi kami waktu didalam sudah tidak mau melanjutkan lagi meskipun kelihatanya masih dalam lagi, karena menurut cerita dari kakek, goa tersebut ada penunggunya seekor ular, kami tidak tahu apa ular beneran atau ular jadi-jadian berupa jin atau sejenisnya.
Setelah lelah bermain di goa itulah biasanya kita pulang atau kadang main dulu dibatu besar disebrang jembatan sambil melihat indahnya langit biru, dan lagi-lagi konon katanya di batu ini juga ada penunggunya seekor ular besar dari bangsa jin. Sesampai dirumah biasanya kita mandi lagi karena mandi disungai dirambut banyak kotoran ampas tahu dan kerikil yang menempel dan setelah itu kami pergi mengaji.

Mlg, 051205