(Mandi
di Sungai Berantas)
Setelah kenyang dengan buah-buahan yang segar, hal biasa
yang kami lakukan setelah mencari buah adalah mandi di sungai brantas, jaraknya
sekitar 1km dari prunas. Pada waktu kami kecil dulu pemandangan sungai brantas
sangat indah, dengan pemandanganya yang alami, sawah membentang luas, dan
banyak pohon yang tumbuh diseputaran das sungai brantas. Biasanya sebelum
sampai ke sungai, kami melewati sawah yang membentang luas, pemilik sawah
tersebut sering disebut oleh teman-teman sebaya dengan sebutan Markasan.
Pernah suatu hari kita melewati sawahnya tidak sengaja ada dua ekor kerbau yang sedang dilepas dipadang rumput, diantara kami ada yang punya ide untuk menaiki kerbau tersebut seperti yang ada difilm-film kabayan, saat asik menaiki kerbau tersebut tiba-tiba si Markasan datang sambil mengacungkan clurit/sabit, saking kaget dan terkejutnya teman aku langsung lari sedangkan temenku yang sedang menaiki kerbau juga kaget, sehingga mengagetkan kerbaunya juga, dan mereka berdua yang naik diatas punggung kerbau tersebut dilemparkan ketanah, sontak saja temanku kesakitan. Belum sampai menahan sakitnya badan, teman-temanku juga harus lari karena dari kejahuan si Markasan akan mendekat sambil teriak-teriak gak jelas, sambil kesakitan kami lari tunggang-langgang seperti pencuri yang dikejar-kejar orang sepasar. Kami pun lari sekuat tenaga tanpa menghiraukan arah belakang dan berlari terus sampai-sampai tidak tahu jika didepan tidak ada jalan lagi, yang ada hanya sawah yang curam turun kebawah, tingginya sekitar 5meter. Karena kondisi yang serba panik tersebut kita ber empat langsung meloncati sawah yang curam tersebut, dan sampai dibawah jantung terasa mau copot, tulang-tulang seperti mau lepas tapi meskipun begitu kita tetap saling memandangi satu sama lain dan ketawa-ketawa seperti orang yang tidak punya dosa, sambil keheranan dan berkata “kok iso mencolot sak munu dhuwure rek, hahahaa...”
Pernah suatu hari kita melewati sawahnya tidak sengaja ada dua ekor kerbau yang sedang dilepas dipadang rumput, diantara kami ada yang punya ide untuk menaiki kerbau tersebut seperti yang ada difilm-film kabayan, saat asik menaiki kerbau tersebut tiba-tiba si Markasan datang sambil mengacungkan clurit/sabit, saking kaget dan terkejutnya teman aku langsung lari sedangkan temenku yang sedang menaiki kerbau juga kaget, sehingga mengagetkan kerbaunya juga, dan mereka berdua yang naik diatas punggung kerbau tersebut dilemparkan ketanah, sontak saja temanku kesakitan. Belum sampai menahan sakitnya badan, teman-temanku juga harus lari karena dari kejahuan si Markasan akan mendekat sambil teriak-teriak gak jelas, sambil kesakitan kami lari tunggang-langgang seperti pencuri yang dikejar-kejar orang sepasar. Kami pun lari sekuat tenaga tanpa menghiraukan arah belakang dan berlari terus sampai-sampai tidak tahu jika didepan tidak ada jalan lagi, yang ada hanya sawah yang curam turun kebawah, tingginya sekitar 5meter. Karena kondisi yang serba panik tersebut kita ber empat langsung meloncati sawah yang curam tersebut, dan sampai dibawah jantung terasa mau copot, tulang-tulang seperti mau lepas tapi meskipun begitu kita tetap saling memandangi satu sama lain dan ketawa-ketawa seperti orang yang tidak punya dosa, sambil keheranan dan berkata “kok iso mencolot sak munu dhuwure rek, hahahaa...”
Setelah itu kami menuju ke sungai brantas sambil
kesakitan memegangi pinggang, sesampai di sungai Brantas kami pun buru-buru
melepas pakaian dan langsung menceburkan diri di air yang segar. Saat itu
sungai brantas yang kami kunjungi adalah sungai brantas dibawah jembatan yang
menghubungkan desa Dinoyo dan desa Bioro, disungai brantas ini terdapat batu
seukuran duaorang dewasa ditengah-tengahnya, sehingga batu tersebut kita
gunakan bersantai dan saling memijat punggung setelah kesakitan terjun bebas
dan dibanting kerbau dari Markasan tadi.
Walaupun sering dari kakek-kakek kami yang asli orang
sini mewanti-wanti agar tidak mandi disungai ini karena menurut mereka sungai
ini banyak penunggunya, tapi kami yang waktu itu masih polos enjoy saja mandi dikali ini sambil
sesekali memeragakan renang gaya bebas, punggung, dada sampai gaya batu, dan
juga sering dari kami adu salto atau koprol diair. Jika bosan mandi di air
biasanya kita pergi ke pinggir sungai dan mencari pasir untuk dibuat dempo atau
semacam bulatan seperti bakso tapi terbuat dari pasir dan dipoles dengan air
sampai permukaanya terlihat rata setelah itu diadu, dan siapa yang pecah atau
rusak duluan maka mereka yang kalah. Sungai atau kali brantas ditempatku ini
ada banyak tempat sesuai dengan fungsi dan kegunaan penduduk sekitar yang
menamai, ada brantas kiyai, brantas sumber, brantas watu gede dan yang sering
dibuat mandi anak-anak kecil seperti kita waktu itu adalah brantas jembatan,
karena letaknya persis dibawah jembatan. Lima meter diatas kami mandi terdapat
gua peninggalan kakek-buyut antara orang sekitar Dinoyo dan Bioro, kata kakek
ku yang pernah bercerita kepadaku, bahwa dulu goa ini digunakan masyarakat
sekitar termasuk kakek ku yang akan menyerang belanda yang berbasis dikota
Malang, jadi ketika ada sweeping didarat dan udara dari Belanda semua
bersembunyi didalam sini termasuk bahan makanan dan persenjataan. Namanya juga
anak kecil, kami juga penasaran dengan isi dalam goa ini, sebab mitos yang beredar
di masyarakat goa ini tembus sampai Candi Badut di daerah Gasek, dan setiap
kami selesai mandi di kali brantas selalu menyempatkan diri untuk ke goa ini,
kadang dari kami juga sampai masuk hingga kedalam yang panjangnya sekitar 20
meteran, saat itu aku juga pernah masuk hingga perbatasan lubang yang kira-kira
sekitar perut tapi kami waktu didalam sudah tidak mau melanjutkan lagi meskipun
kelihatanya masih dalam lagi, karena menurut cerita dari kakek, goa tersebut
ada penunggunya seekor ular, kami tidak tahu apa ular beneran atau ular
jadi-jadian berupa jin atau sejenisnya.
Setelah lelah bermain di goa itulah biasanya kita pulang
atau kadang main dulu dibatu besar disebrang jembatan sambil melihat indahnya
langit biru, dan lagi-lagi konon katanya di batu ini juga ada penunggunya
seekor ular besar dari bangsa jin. Sesampai dirumah biasanya kita mandi lagi karena
mandi disungai dirambut banyak kotoran ampas tahu dan kerikil yang menempel dan
setelah itu kami pergi mengaji.
Mlg, 051205